realita trenggalek



Sebut saja dia Mbah Sumarlan, seorang lelaki yang sudah menginjak usia lanjut, meski demikian bukan menjadi problematika untuk tetap menjalani hidup dengan penuh arti, bersama pertnernya (nenek Munisah.Red) yang selalu setia menemani beliau bekerja mencari batang pohon pisang untuk dijual ke perusahaan tempe, bukan tanpa arti, batang pohon tersebut digunakan sebagai pembungkus tempe.
Hari hari yang dilalui Mbah Sumarlan memang tak seindah mereka yang mampu, hampir 30 tahun bekerja sebagai pencari batang pohon pisang tidaklah semudah yang dibayangkan. Berat, panas, kecapaian selalu dirasakan Mbah Sumarlan bersama Nenek Munisah, meski penghasilannya hanya 7 ribu – 10 ribu per hari, sungguh pilu melihatnya bukan? Namun Beliau tidak pernah mengeluh, karena hidup itu sangat berharga baginya.
Hanya terlihat senyum manisnya kala orang-orang bertemu dengannya, ramah dan mudah di ajak ngobrol, santai dan seperti keluarga sendiri kala mereka berada disisinya,
Lelaki lanjut usia yang notabenenya berasal dari Trenggalek ini juga pernah mengalami kisah tragis akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Kala itu beliau pernah didatangi oleh orang yang mengaku utusan Bupati untuk meliput kisahnya sehari hari, beliau juga sempat di foto beberapa kali oleh mereka, dan mengumbar janji kalau beliau akan masuk Koran dan
Teve, dan akan mendapatkan sejumlah bantuan dari masyrakat dengan media mereka sebagai tmpat penampungan dana sumbangan.
Beberapa minggu kemudian, memang menjadi kenyataan Mbah Sumarlan dan Nenek Munisah diliput di Koran dan di salah satu stasiun televisi, namun apalah artinya jika itu semua tidak akan merubah hidupnya, janji yang akan memberikan dana sumbangan sampai hari ini hanyalah sebuah “mimpi tak sempurna” bagi Mbah. Saat redaksi mewawancarai beliau, Mbah Sumarlan mengaku bahwa sampai sa’at ini beliau belum mendapatkan apa yang menjadi haknya, bahkan instansi  terkait pun tidak ada yang memberikan dana bantuan sepeserpun untuknya, apakah anda diam melihatnya?
Kisah tersebut mungkin hanya bagian cerita sedih yang dialami oleh mbah sumarlan dan nenek munisah, suatu hari kisah yang tak diinginkan, saat itu BLT (bantuan tunai langsung) dibagikan oleh pemerintah, namun keadilan belum memihak, para penguasa tetap saja menjadi beban yang membebani rakyat jelata, mbah sumarlan kala itu tidak kebagian BLT, yang seharusnya mbah berhak mendapatkannya. Tidak kalah dengan aksi para mahasiswa saat ini yang selalu berdemo, mbah pun mengajukan protes dan berdemo massal dengan warga yang merasa tidak mendapat BLT,kala itu memang BLT banyak yang salah sasaran, sehingga banyak warga yang merasa kurang adil, (masya’llah, mbah yang seharusnya beristirahat dirumah di kala usianya sudah renta, namun ikut berdemo karena terpaksa).
Mbah Sumarlan yang notabene bertempat tinggal di daerah sosutan ini berharap agar masyarakat memperhatikannya, bahkan perhatian dari Bupati Kab. Trenggalek, yang sampai sa’at ini dianggap “cuek” oleh nenek Munisah. Karena pekerjaan ini sudah tidak layak untuk Mbah Sumarlan dan Nenek Munisah, selain harus menempuh jarak sampai 25 Km setiap hari, pekerjaan tersebut tidaklah cocok untuk usia Mbah yang hampir mendekati usia 75 tahun ini. Semoga para pembaca yang budiman turut prihatin dan nyata membantu beliau agar dapat meringankan sebagian beban hidupnya, dan semoga anda tidak hanya merasa kasihan saja, namun sikap dan tindakan untuk membantu saudara kita lebih penting, Maukah Anda ?





dendit'HOTs

0 Responses to "realita trenggalek"

Posting Komentar