KECOA
“Abdul, sudah berapa kali sih Emak bilang, kamarnya dibersihin, diberesin! Jorok banget sih. Kamar kok kayak kandang ayam gini. Entar ada kecoanya baru tahu rasa!“
Sudah hampir dua jam ini Emak ngomel sambil ngeberesin kamar Abdul. Kamar itu sepertinya nyaris tidak layak disebut kamar. Buku-buku berserakan, bahkan sampai ada yang di kolong tempat tidur. Seprei sudah nggak menutupi kasur lagi. Di lantai kamar ada saja sisa-sisa hapusan ditemukan. Lemari baju pun berantakan. Disana-sini banyak layangan dan mobil-mobilan yang nggak disimpan pada tempatnya. Sampah jajanan juga menumpuk di belakang pintu. Pokoknya asli tidak enak dilihat! Padahal sudah nyaris setiap hari Emak ngeberesin kamar Abdul, tapi selalu saja kerapiannya tidak bisa bertahan lama.
“Huh, kecoa saja diributin,” selalu begitu jawaban Abdul kalau Emak mengingatkan. Dan jawabannya itu tentu saja membuat Emak semakin ngomel besar.
Malam harinya setelah mengerjakan PR Matematika, Abdul tertidur di lantai kamarnya yang mulai berantakan lagi. Mungkin karena kelelahan. Kelelahan menghadapi PR Matematikanya dan kelelahan menghadapi omelan Emak yang membosankan.
***
“Assalamu’alaikum,“ seru Abdul sepulang dari sekolah siang itu. Tidak ada jawaban.
“Emak kemana ya, biasanya sebelum Abdul pulang sekolah Emak sudah pulang lebih dulu dari kantor. Ah, mungkin Emak dapat tugas ngeliput dadakan kali ya. Emak kan reporter”, batin Abdul. Untung dia membawa kunci duplikat rumah, sehingga dia bisa masuk.
“Lapar, makan ah!” Tujuan pertama Abdul setelah masuk rumah adalah meja makan. Padahal dia belum berganti pakaian. Emak juga sering kali mengomeli kebiasaan Abdul yang satu ini. Tapi dasar Abdul bandel semakin sering Emak mengomel, semakin sering pula dia melakukannya.
Setelah selesai makan Abdul menuju pintu kulkas dan meminum jus alpukat yang ada. Lalu dia mencomot kue kering di lemari makan Emak hingga ludes. Setelah merasa kenyang baru Abdul menuju kamarnya. Dibiarkannya saja piring dan gelas bekas makannya tadi berserakan di dapur.
Tapi saat baru saja membuka pintu kamarnya Abdul terkaget-kaget. Di dalam kamarnya ada sesosok monster besar seperti serangga dengan antena panjang dan bau yang tidak enak. Menjijikkan. Hah, apa itu? Abdul menjerit ketakutan, namun tetap tidak bergeming di tempatnya.
“Hei, kamu teman baikku. Aku senang berjumpa denganmu. Mumpung Emak dan Bapak kamu tidak ada, ayo kita bersenang-senang. Hahaha,” kata monster itu kepada Abdul dengan suara menggelegar.
“Ss..si..siapa..siapa kamu?!” Abdul memberanikan dirinya untuk bertanya pada monster itu.
“Hahaha, kenapa kamu takut seperti itu, Sobat? Bukankah aku teman baikmu? Sahabat karibmu? Hahaha, tapi tidak apa-apa. Mungkin kamu lupa padaku karena wujudku sekarang lebih besar dari yang biasa kamu lihat. Aku adalah kecoa yang tinggal di kamarmu. Sekarang tubuhku membesar karena segala kebutuhan hidupku terpenuhi di sini,” jawab monster yang ternyata kecoa raksasa itu.
“Ke..ke..kenapa kamu ada di sini?” Abdul bertanya lagi.
“Hahaha…hahaha…hahaha…” Sang monster justru tertawa lebih keras, membuat Abdul makin ketakutan.
“Kamu benar-benar lucu teman. Kamu bertanya kenapa aku ada di kamarmu? Hah, bukankah kamu yang mengundangku ke sini. Apa kamu lupa sobat? Hahaha.”
“A…a…aku…bukan sahabatmu. Aku tidak pernah memintamu ke sini.”
“Apa? Kamu tidak mengenalku? Bukankah kamu yang membiarkan kamarmu selalu dalam keadaan tidak rapi, sehingga aku bisa betah tinggal di sini. Kamu yang membiarkan remah-remah makanan berserakan dimana-mana, sehingga aku dapat hidup terjamin disini. Hah, bukankah jelas itu membuktikan kalau kamu adalah sahabatku!” Sang monster mulai tersinggung dengan ucapan Abdul yang tidak mau mengakuinya sebagai sahabat.
“Aku tidak pernah kenal kamu. Pergi kamu dari kamar dan rumahku! Pergi!” teriak Abdul setelah mengumpulkan seluruh keberaniannya.
“Apa kamu bilang? Kamu memperlakukanku seolah-olah aku tamu yang tak diundang, hah?!” Tiba-tiba sang monster kecoa menjadi sangat marah. Dia tidak terima dan sangat tersinggung karena Abdul tidak mengakui sang kecoa sebagai teman. Padahal Abdul telah mengundang kecoa itu datang ke tempatnya.
Perlahan tapi pasti sang monster mulai merengsek maju ke depan, untuk mendekati Abdul yang masih berada di depan pintu kamarnya. Dia hendak menyerang Abdul dengan antena panjangnya dan wajahnya yang menyeramkan. Abdul kembali ketakutan. Saking takutnya dia tidak sanggup untuk bergerak lari. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya.
“Ti..tidak. Tidak! Aku tidak mau berteman denganmu. Tidak. Tidaaaaaaaaaakk!” Abdul menjerit sekeras-kerasnya sambil menutup mata. Dan tiba-tiba datanglah Emak.
***
“Abdul.. Abdul.. bangun. Bangun Abdul. Kamu kenapa teriak-teriak kayak gitu? Tidur di lantai lagi. Hei, bangun Sayang.. bangun!“ Emak berusaha membangunkan Abdul. Di sampingnya juga telah berdiri Bapaknya.. Abdul pun terbangun.
Melihat wajah Emak dan Bapak di dalam kamarnya, Abdul tersadar bahwa yang dialaminya tadi hanya mimpi. Mimpi buruk yang benar-benar seperti nyata. Bahkan ketakutan yang di rasakannya tadi masih terasa. Tiba-tiba Abdul menangis dan bangkit memeluk Emak.
“Emak, maafin Abdul Mak. Abdul nggak akan ngeberantakin kamar lagi. Abdul janji mau rajin ngeberesin kamar. Abdul nggak mau jadi teman kecoa dan binatang menjijikan yang lain, Mak,“ janji Abdul pada Emak.
Walaupun Emak dan Bapak bingung, tapi tentu saja mereka senang mendengar janji Abdul itu. Terutama Emak. Berarti Emak nggak perlu ngomel-ngomel lagi. Emak berharap semoga saja Abdul mematuhi janjinya sendiri.
Di tempat lain kecoa sadar bahwa keberadaannya di rumah itu tidak akan lama lagi.
Nama : Tiara R. Sahara
Kelas : XI IPA3
NoAbs : 32
0 Responses to "KECOA"
Posting Komentar